Jumat, 23 November 2012

Mencari Pengelola Blok Mahakam

  KONTRAK kerja sama pemerintah dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Prancis, Total E&P Indonesie, dalam pengelolaan Blok Mahakam Kaltim berakhir 2017 mendatang. Wajib diserius berbagai elemen masyarakat di Kaltim, khususnya jajaran pemerintah daerah terkait. Jangan sampai, operasi blok di Kutai Kartanegara (Kukar) yang berakhir kontraknya ini hanya lewat begitu saja. Dan, Kaltim kembali hanya menjadi penonton semata. Mengapa elemen masyarakat Kaltim perlu mencermati Blok Mahakam? Karena blok ini memang aset yang potensial di perut bumi Kaltim. Masih cukup besar nilainya, saat berakhirnya kontrak 2017 nanti.
 
  
  Apalagi muncul informasi bahwa pembahasan akhir soal kelanjutan kontrak pengelolaan blok ini akan diwujudkan tutup tahun ini. Menurut informasi yang saya himpun, potensi nilai ekonomi pengelolaan Blok Mahakam saat berakhirnya kontrak, masih menyisakan sumber penerimaan mencapai Rp1.700 triliun! Jika Kaltim mendapat pembagian saham hanya 10 persen saja, maka sudah menembus angka Rp 170 triliun. 
  Bagaimana jika Kaltim memburu angka di atas 15 persen, atau maksimal 35 persen. Jika itu terwujud, maka angka-angka yang bakal didapat provinsi ini pasti jauh lebih besar lagi. Jika ini terwujud, maka kesejahteraan anak cucu warga Kaltim bakal terangkat tinggi. Ketertinggalan pembangunan bakal teratasi dan seterusnya. Bandingkan dengan total APBD Kaltim, dan ABPD kota/kabupaten se-Kaltim yang hanya berkisar Rp 40 triliun lebih setahun. Atau kegagalan perjuangan mendapat dana bagi hasil di forum Mahkamah Konstitusi di Jakarta beberapa bulan lalu. Inilah peluang partisipasi publik yang potensial untuk direbut dan diburu bersama untuk kesejahteraan Kaltim dan rakyatnya. 
  Arus yang berkembang sudah menjurus kepada pembagian persentase. Misalnya, jika kontrak Blok Mahakam berakhir tahun 2017 nanti, maka untuk kontrak baru, berapa persen pembagian yang pas untuk pemegang kontrak lama (Total & P Indonesie bersama Inpex), dan berapa bagian pemerintah (Pertamina), dan berapa bagian pemerintah daerah (Kaltim/Kukar), dan seterusnya. 
   Setidaknya sejumlah aspirasi mulai bermunculan. Ada yang menyebut pembagiannya, Pertamina 51 persen, dan Total 49 persen. Lalu, bagian Pemda Kaltim bagaimana? Jika memang diberi jatah 10 persen, apakah gabung dengan bagian Pertamina yang 51 persen itu, atau ambil jatah Total yang 49 persen? Di sinilah persoalan muncul. Maukah Pertamina diambil pembagiannya 10 persen untuk Kaltim, dan itu berarti Pertamina bukan pemegang saham mayoritas. Atau maukah Total diambil sahamnya dari total 49 persen dimilikinya? Dari keterangan berbagai sumber, dan dari sisi warga dan kepentingan Kaltim, sudah tentu, penulis berpendapat, sebaiknya posisi pemerintah (Pertamina) jauh di atas itu, dan itu berarti bagian Kaltim juga jauh lebih besar, bukan hanya dapat bagian 10 persen. Misalnya, mengapa Pemerintah (Pertamina) tidak didorong mendapat pembagian 70 persen, dan Total E & P Indonesie cukup 30 persen saja. Nah, dari jatah 70 persen pemerintah (Pertamina) itu, maka Kaltim sangat mungkin memburu bagian sahamnya berkisar 10-15 persen, atau maksimal 35 persen. Mengapa? Ada sejumlah alasan. Pertama, sisi regulasi, Blok Mahakam adalah kontrak lama yang mau diperpanjang, bukan pengelolaan blok baru. Karena blok lama, maka tidak ada batasan mendapatkan persentase pembagian. 
  Beda dengan blok baru, maka terikat dengan aturan hanya mendapat maksimal 10 persen itu (PP 35/2004) dengan model PI (Participation Interest). Kedua, secara faktual, Kaltim sebetulnya mampu menggalang dukungan finansial atau menjalin aliansi kerja sama sumber-sumber pembiayaan. Ketiga, mari contoh Pemprov Riau sebagai pembanding, karena mereka dengan kegigihan dan kebersamaan, mampu mendapat saham 50 persen era berakhirnya kontrak Blok Migas Caltex di Riau. Direktur Umum dan Keuangan PT Migas Mandiri Pratama (MMP) dan mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kaltim Hazairin Adha menegaskan akan berjuang mendapatkan bagian lebih besar untuk Kaltim saat kontrak baru operasi pengelolaan Blok Mahakam berakhir 2017 itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar