Selasa, 05 Juni 2012

“TATA RUANG KOTA SAMARINDA,
PERANANNYA DALAM MENDUKUNG FUNGSI EKOLOGIS
DAN EKONOMI SECARA KOMPREHENSIF”
 
Disampaikan oleh :
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Samarinda
(Seminar Lingkungan Sehari dengan Tema ‘Menyeimbangkan Fungsi Ekologi dalam Pemanfaatan Ruang dan Mendukung Daya Dukung Lingkungan Kota Samarinda’)


A.   Pendahuluan

Kota Samarinda sebagai salah satu kota besar di Indonesia yang terus mengalami pembangunan di segala aspek kehidupan, sampai saat ini masih menghadapi permasalahan besar dalam perkembangan wilayah-wilayahnya secara internal. Fenomena laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya arus migrasi akibat tingginya daya tarik kota terutama dari sektor ekonomi bagi penduduk di wilayah sekitarnya mengakibatkan terus meningkatnya kebutuhan akan ‘ruang’ kota, antara lain untuk fasilitas perumahan, fasilitas perdagangan jasa dan sebagainya.

‘Ruang’ dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatannya) dengan ekosistem (sumber daya alam dan buatan) berlangsung. Ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terutama bagi manusia dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.

Legalitas tentang Penataan Ruang saat ini secara nasional telah dituangkan dalam UU No. 26 Tahun 2007, dengan isyarat agar setiap kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi setiap kegiatan pembangunannya. Fungsi RTRW Kota adalah untuk menjaga konsistensi perkembangan kawasan perkotaan dengan Strategi Nasional dan Arahan RTRW Provinsi dalam jangka panjang, menciptakan keserasian perkembangan kota dengan wilayah sekitarnya, dan menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah. Muatan RTRW Kota itu sendiri meliputi tujuan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan kota, upaya-upaya pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan fungsional perkotaan dan kawasan tertentu, serta pedoman pengendalian pembangunan kawasan kota.


Dalam pelaksanaannya, RTRW Kota yang selayaknya menghasilkan suatu kondisi yang ideal pada umumnya masih sulit untuk diwujudkan. Salah satu penyebabnya adalah masalah yang terkait dengan ruang daratan yakni ‘tanah’. Pada kenyataannya ‘tanah’ dikuasai, dimiliki, digunakan dan dimanfaatkan baik oleh perorangan, masyarakat, badan hukum, maupun pemerintah kota itu sendiri. Di sisi lain RTRW Kota yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah telah mengatur fungsi-fungsi ‘tanah’ itu sendiri sesuai dengan peruntukkannya berdasarkan beberapa pertimbangan misalnya dari aspek fisik berupa kondisi topografi, hidrologi, fisiografi dan lain sebagainya, sehingga permasalahan-permasalahan seperti alih fungsi lahan pun tidak dapat terhindarkan. Untuk itu, dengan mengingat hampir semua kegiatan pembangunan memang mengambil tempat di atas tanah, maka dalam implementasi RTRW Kota diperlukan pengaturan penggunaan dan pemanfaatan atas tanah yang tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya.


B.   Gambaran Umum Kota Samarinda

Ditinjau dari gambaran umumnya, Kota Samarinda sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur secara adminitratif berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara di bagian utara, barat, timur dan selatannya. Memiliki luas wilayah 71.800 ha, Kota Samarinda terbagi ke dalam 6 (enam) kecamatan dan 53 (lima puluh tiga) kelurahan.

Secara topografi, Kota Samarinda yang dibelah oleh Sungai Mahakam menjadi 2 (dua) bagian wilayah, memiliki kontur tanah berbukit dan bergelombang. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar terutama terhadap tata guna lahannya yang terbagi atas lahan pertanian sawah (yang ditanami padi baik irigasi maupun non irigasi) seluas 8.089 ha atau sekitar 11,27%, lahan pertanian bukan sawah (terdiri dari tegalan/kebun, ladang, lahan sementara yang tidak diusahakan, lain-lain) seluas 26.570 ha atau sekitar 37%, serta lahan bukan pertanian (terdiri dari rumah, bangunan dan halaman, rawa-rawa dan sebagainya) seluas 37.141 ha atau seluas 51,73%.

Dari aspek sosial, sampai dengan data tahun 2008, Kota Samarinda memiliki jumlah penduduk sebanyak 602.117 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk kota sekitar 8 jiwa/ha dan angka laju pertumbuhan penduduk kota rata-rata 2,10% per tahunnya. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Samarinda Seberang dan yang terendah terdapat di Kecamatan Palaran.

Untuk aspek ekonominya, secara makro sektor PDRB Kota Samarinda terbagi atas 9 lapangan usaha yaitu pertanian (6,65%), pertambangan/penggalian (1,13%), industri pengolahan (23,25%), listrik-gas-air minum (0,6%), bangunan/konstruksi (7,25%), perdagangan-restoran-hotel (32,1%), pengangkutan dan komunikasi (10%), keuangan-persewaan-jasa perusahaan (1,09%) dan jasa-jasa lainnya (17,97%), dengan laju pertumbuhannya sekitar 6,04% per tahunnya.



C.    Kedudukan Fungsi Ekologi dan Ekonomi dalam Penataan Ruang Kota

Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, pengertian Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang. Penataan ruang ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah, potensi SD Alam-SD Manusia-SD Buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, hankam, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan, serta geostrategi, geopolitik dan geoekonomi.

Di dalam perkembangannya, suatu pembangunan kota akan membawa konsekuensi negatif pula pada beberapa aspek kotanya, termasuk pada aspek lingkungan atau ekologis. Pada tahap awal, sebagian besar lahan perkotaan merupakan ruang terbuka hijau, namun adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama pusat kota tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter kota secara ekologis. Tuntutan meningkatkan fungsi ekonomi kota dengan membuka lebih banyak sektor perekonomian dan lapangan usaha tanpa memperhatikan kondisi fisik dan daya dukung kota pun turut andil dalam mengubah ’wajah kota’. Pada akhirnya penurunan daya dukung serta kualitas lingkungan kota tak dapat terhindarkan, dengan timbulnya masalah-masalah kota lainnya seperti banjir, tingginya polusi udara kota, meningkatnya kerawanan sosial dan lain sebagainya. Untuk itu, melalui penataan ruang dengan beragam produk rencana kota, diharapkan segala akibat negatif yang ditimbulkan akibatnya perkembangan kota dapat dihindarkan atau paling tidak diminimalisir.


D.   Peranan Tata Ruang Kota Samarinda dalam Mendukung Fungsi Ekologis dan Ekonomi Secara Komprehensif

Sesuai visi kota yang ditetapkan, perkembangan Kota Samarinda diarahkan sebagai kota jasa, industri, perdagangan dan permukiman yang berwawasan lingkungan, guna menciptakan ruang kota yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Hal ini pun telah dituangkan dalam rencana tata ruang kota melalui antara lain melalui beberapa program kerja pembangunan antara lain :

·         Program penyediaan air bersih
·         Program perbaikan sistem pembuangan air hujan (drainase)
·         Program pembuangan air limbah
·         Program perbaikan sistem persampahan
·         Program pengendalian banjir

Penyelenggaraan penataan ruang Kota Samarinda merupakan suatu kesatuan proses dari merencanakan, pemanfaatan ruang, menetapkan menjadi produk peraturan, menerapkan rencana Kota Samarinda dalam program-program pembangunan serta mengendalikan pemanfaaatan ruang agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Keseluruhan proses tersebut didukung dengan pembinaan kepada para penyelenggara institusi yang berwenang dan langkah-langkah pengawasan termasuk pengawasan dari masyarakat, karena pada dasarnya rencana tata ruang kota merupakan komitmen bersama yang mengikat seluruh pihak tanpa terkecuali.


Upaya-upaya kongkrit yang sampai saat ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Samarinda terkait dengan penataan ruang dalam mendukung fungsi ekologis dan ekonomi kota secara komprehensif antara lain :

·         Meningkatkan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang dengan memperketat proses perijinan terhadap guna lahan melalui program disinsentif dan insentif

·         Melakukan mekanisme pengawasan pemanfaatan ruang kota, yang meliputi kegiatan pemantauan, pelaporan serta evaluasi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan proses penertiban pemanfaatan ruang kota (diberlakukan bila terjadi pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana kota yang ditetapkan)

·         Terkait dengan bencana banjir, Pemerintah Kota Samarinda telah menyiapkan konsep pengendalian banjir yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian kegiatan yaitu:

a)    Konsep pengendalian banjir daerah hulu, yaitu dengan memperbaiki kondisi DAS yang rusak dan meningkatkan resistensi DAS untuk reduksi potensi banjir di daerah hulu sehingga beban banjir di daerah hilir menjadi lebih ringan
b)    Konsep pengendalian banjir daerah tengah, yaitu mereduksi banjir dengan meminimalisasi perubahan tata guna lahan, termasuk penertiban penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang Kota Samarinda
c)    Konsep pengendalian banjir daerah hilir, yaitu memperlancar aliran drainase yang ada dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase dan proteksi aliran di saluran dari pengaruh pasang air Sungai Mahakam

Ketiga konsep ini kemudian diterapkan melalui program kerja Pengendalian Banjir  Kota Samarinda dengan membaginya dalam 3 (tiga) tahapan yaitu :

a)    Penanganan Jangka Pendek; mengendalikan banjir akibat hujan lokal di lokasi rawan banjir dan meningkatkan kesadaran serta keterlibatan masyarakat pada masalah banjir antara lain melalui pembenahan sistem drainase, normalisasi alur sungai, pembuatan kolam retensi, sumur resapan dan sebagainya
b)    Penanganan Jangka Menengah; mengendalikan banjir dari daerah hulu dan penataan DAS dari sungai-sungai yang melintasi Kota Samarinda antara lain melalui pengembangan waduk/bendungan/embung pengendali banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, konservasi lahan dan sebagainya
c)    Penanganan Jangka Panjang; untuk mengendalikan pasang surut Sungai Mahakam melalui pengembangan pintu air dan pompa banjir di muara anak Sungai Mahakam serta penataan dan pengelolaan Das Mahakam secara luas.

·         Mengendalikan pertumbuhan pusat-pusat ekonomi yang disinyalir dapat memberikan dampak penurunan terhadap kualitas dan daya dukung lingkungan kota

·         Mengarahkan pertumbuhan sosial-ekonomi pada daerah-daerah sub urban sehingga tidak terpusat pada satu titik tertentu (pusat kota)   dengan melakukan sebaran fasilitas umum (sosio-ekonomi)
·         Mengalihkan paradigma pembangunan ‘profitabilitas’ dengan paradigma pembangunan yang berkelanjutan sehingga keseimbangan pembangunan ekonomi kota dapat sejalan dengan pembangunan lingkungan kota yang berkelanjutan tanpa menurunkan daya dukung kota


E.    Penutup

Dalam hubungannya dengan fungsi kota (termasuk didalamnya fungsi ekologis dan ekonomi), penataan ruang memiliki 2 (dua) fungsi pokok, yaitu mengatur dan mengendalikan penggunaan lahan; serta meningkatkan kualitas lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Penataan ruang juga harus mampu menjaga agar benturan-benturan kepentingan atas penggunaan lahan dapat diatur dengan serasi dan seoptimal mungkin sehingga dapat memberikan manfaat (dampak positif) dan menjamin keberlangsungan hidup warganya.

Rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan hendaknya tidak hanya dilihat sebagai aspek prosedural untuk penyelenggaraan pembangunan, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya sasaran-sasaran pembangunan itu sendiri, dengan mekanisme yang efektif untuk menjamin pengalokasian sumber daya yang adil dan efisien, terutama dalam penggunaan lahan baik untuk kepentingan pemerintah daerah, masyarakat maupun dunia usaha.


Daftar Bacaan;

·          UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria
·          UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Lingkungan Hidup
·          UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
·          UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
·          UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
·          PP Nomor 21 Tahun 1987 tentang Penetapan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Samarinda, kotamadya Dati II Balikpapan, Kotamadya Dati II Kutai, Kotamadya Dati II Pasir
·          PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang
·          PP Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
·          PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
·          Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
·          KepMendagri Nomor 33 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Daerah tentang Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang Kapubaten Daerah Tingkat II
·          KepMendagri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah
·          Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 1993 tentang RTRW Provinsi Kalimantan Timur
·          Perda Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Dalam Kota Samarinda
·          SK Walikota Samarinda Nomor 640/533/HK-KS/2008 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota Samarinda
·          Samarinda Dalam Angka 2009, BAPPEDA-BPS Kota Samarinda
·          Hari Sabari Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta; Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)



 
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar