“TATA RUANG KOTA SAMARINDA,
PERANANNYA DALAM MENDUKUNG FUNGSI EKOLOGIS
DAN EKONOMI SECARA KOMPREHENSIF”
Disampaikan oleh :
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Kota Samarinda
(Seminar Lingkungan Sehari dengan Tema ‘Menyeimbangkan Fungsi Ekologi dalam
Pemanfaatan Ruang dan Mendukung Daya Dukung Lingkungan Kota Samarinda’)
A.
Pendahuluan
Kota Samarinda sebagai salah satu kota besar di
Indonesia yang terus mengalami pembangunan di segala aspek kehidupan, sampai
saat ini masih menghadapi permasalahan besar dalam perkembangan
wilayah-wilayahnya secara internal. Fenomena laju pertumbuhan penduduk,
meningkatnya arus migrasi akibat tingginya daya tarik kota terutama dari sektor
ekonomi bagi penduduk di wilayah sekitarnya mengakibatkan terus meningkatnya
kebutuhan akan ‘ruang’ kota, antara lain untuk fasilitas perumahan, fasilitas
perdagangan jasa dan sebagainya.
‘Ruang’ dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan
interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatannya)
dengan ekosistem (sumber daya alam dan buatan) berlangsung. Ruang perlu ditata
agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang
nyaman terutama bagi manusia dalam melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya secara optimal.
Legalitas tentang Penataan Ruang saat ini secara
nasional telah dituangkan dalam UU No. 26 Tahun 2007, dengan isyarat agar setiap
kota menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebagai pedoman dalam pemanfaatan
ruang bagi setiap kegiatan pembangunannya. Fungsi RTRW Kota adalah untuk
menjaga konsistensi perkembangan kawasan perkotaan dengan Strategi Nasional dan
Arahan RTRW Provinsi dalam jangka panjang, menciptakan keserasian perkembangan
kota dengan wilayah sekitarnya, dan menciptakan keterpaduan pembangunan
sektoral dan daerah. Muatan RTRW Kota itu sendiri meliputi tujuan, rencana
struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan kota, upaya-upaya pengelolaan
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan fungsional perkotaan dan kawasan
tertentu, serta pedoman pengendalian pembangunan kawasan kota.
Dalam pelaksanaannya, RTRW Kota yang selayaknya
menghasilkan suatu kondisi yang ideal pada umumnya masih sulit untuk
diwujudkan. Salah satu penyebabnya adalah masalah yang terkait dengan ruang
daratan yakni ‘tanah’. Pada kenyataannya ‘tanah’ dikuasai, dimiliki, digunakan
dan dimanfaatkan baik oleh perorangan, masyarakat, badan hukum, maupun
pemerintah kota itu sendiri. Di sisi lain RTRW Kota yang telah ditetapkan
melalui Peraturan Daerah telah mengatur fungsi-fungsi ‘tanah’ itu sendiri
sesuai dengan peruntukkannya berdasarkan beberapa pertimbangan misalnya dari
aspek fisik berupa kondisi topografi, hidrologi, fisiografi dan lain sebagainya,
sehingga permasalahan-permasalahan seperti alih fungsi lahan pun tidak dapat
terhindarkan. Untuk itu, dengan mengingat hampir semua kegiatan pembangunan
memang mengambil tempat di atas tanah, maka dalam implementasi RTRW Kota
diperlukan pengaturan penggunaan dan pemanfaatan atas tanah yang tidak dapat
terpisahkan satu dengan lainnya.
B.
Gambaran Umum Kota Samarinda
Ditinjau dari gambaran umumnya, Kota Samarinda sebagai ibukota Provinsi
Kalimantan Timur secara adminitratif berbatasan dengan Kabupaten Kutai
Kartanegara di bagian utara, barat, timur dan selatannya. Memiliki luas wilayah
71.800 ha, Kota Samarinda terbagi ke dalam 6 (enam) kecamatan dan 53 (lima
puluh tiga) kelurahan.
Secara topografi, Kota Samarinda yang dibelah
oleh Sungai Mahakam menjadi 2 (dua) bagian wilayah, memiliki kontur tanah
berbukit dan bergelombang. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar
terutama terhadap tata guna lahannya yang terbagi atas lahan pertanian sawah (yang ditanami padi baik irigasi
maupun non irigasi) seluas 8.089 ha atau sekitar 11,27%, lahan pertanian
bukan sawah (terdiri dari tegalan/kebun, ladang, lahan sementara yang tidak
diusahakan, lain-lain) seluas 26.570 ha atau sekitar 37%, serta lahan bukan
pertanian (terdiri dari rumah, bangunan dan halaman, rawa-rawa dan
sebagainya) seluas 37.141 ha atau seluas 51,73%.
Dari aspek sosial, sampai dengan data tahun 2008,
Kota Samarinda memiliki jumlah penduduk sebanyak 602.117 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk kota sekitar 8 jiwa/ha
dan angka laju pertumbuhan penduduk kota rata-rata 2,10%
per tahunnya. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Samarinda
Seberang dan yang terendah terdapat di Kecamatan Palaran.
Untuk aspek ekonominya, secara makro sektor PDRB Kota
Samarinda terbagi atas 9 lapangan usaha yaitu pertanian (6,65%), pertambangan/penggalian
(1,13%), industri pengolahan (23,25%), listrik-gas-air minum (0,6%), bangunan/konstruksi
(7,25%), perdagangan-restoran-hotel (32,1%), pengangkutan dan komunikasi (10%),
keuangan-persewaan-jasa perusahaan (1,09%) dan jasa-jasa lainnya (17,97%),
dengan laju pertumbuhannya sekitar 6,04% per tahunnya.
C.
Kedudukan Fungsi Ekologi dan Ekonomi dalam Penataan Ruang
Kota
Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007,
pengertian Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang. Penataan ruang ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah, potensi SD Alam-SD Manusia-SD
Buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, hankam, lingkungan
hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan, serta geostrategi,
geopolitik dan geoekonomi.
Di dalam perkembangannya, suatu pembangunan kota
akan membawa konsekuensi negatif pula pada beberapa aspek kotanya, termasuk
pada aspek lingkungan atau ekologis. Pada tahap awal, sebagian besar lahan
perkotaan merupakan ruang terbuka hijau, namun adanya kebutuhan ruang untuk
menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami
konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya,
terutama pusat kota tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter
yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter kota secara ekologis. Tuntutan
meningkatkan fungsi ekonomi kota dengan membuka lebih banyak sektor
perekonomian dan lapangan usaha tanpa memperhatikan kondisi fisik dan daya
dukung kota pun turut andil dalam mengubah ’wajah kota’. Pada akhirnya
penurunan daya dukung serta kualitas lingkungan kota tak dapat terhindarkan,
dengan timbulnya masalah-masalah kota lainnya seperti banjir, tingginya polusi
udara kota, meningkatnya kerawanan sosial dan lain sebagainya. Untuk itu,
melalui penataan ruang dengan beragam produk rencana kota, diharapkan segala
akibat negatif yang ditimbulkan akibatnya perkembangan kota dapat dihindarkan
atau paling tidak diminimalisir.
D.
Peranan Tata Ruang Kota Samarinda dalam Mendukung Fungsi
Ekologis dan Ekonomi Secara Komprehensif
Sesuai visi kota yang ditetapkan, perkembangan Kota
Samarinda diarahkan sebagai kota jasa, industri, perdagangan dan permukiman
yang berwawasan lingkungan, guna menciptakan ruang kota yang nyaman, produktif
dan berkelanjutan. Hal ini pun telah dituangkan dalam rencana tata ruang kota
melalui antara lain melalui beberapa program kerja pembangunan antara lain :
·
Program penyediaan air bersih
·
Program perbaikan sistem pembuangan air hujan (drainase)
·
Program pembuangan air limbah
·
Program perbaikan sistem persampahan
·
Program pengendalian banjir
Penyelenggaraan penataan ruang Kota Samarinda
merupakan suatu kesatuan proses dari merencanakan, pemanfaatan ruang,
menetapkan menjadi produk peraturan, menerapkan rencana Kota Samarinda dalam
program-program pembangunan serta mengendalikan pemanfaaatan ruang agar
pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keseluruhan proses tersebut didukung dengan pembinaan kepada para penyelenggara
institusi yang berwenang dan langkah-langkah pengawasan termasuk pengawasan
dari masyarakat, karena pada dasarnya rencana tata ruang kota merupakan
komitmen bersama yang mengikat seluruh pihak tanpa terkecuali.
Upaya-upaya kongkrit yang sampai saat ini telah
dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Samarinda terkait dengan penataan ruang dalam
mendukung fungsi ekologis dan ekonomi kota secara komprehensif antara lain :
·
Meningkatkan fungsi pengendalian pemanfaatan ruang dengan memperketat
proses perijinan terhadap guna lahan melalui program disinsentif dan insentif
·
Melakukan mekanisme pengawasan pemanfaatan ruang kota, yang meliputi
kegiatan pemantauan, pelaporan serta evaluasi, yang kemudian ditindaklanjuti
dengan proses penertiban pemanfaatan ruang kota (diberlakukan bila terjadi
pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana kota
yang ditetapkan)
·
Terkait dengan bencana banjir, Pemerintah Kota Samarinda telah menyiapkan
konsep pengendalian banjir yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian kegiatan yaitu:
a)
Konsep pengendalian banjir daerah hulu, yaitu dengan memperbaiki kondisi
DAS yang rusak dan meningkatkan resistensi DAS untuk reduksi potensi banjir di
daerah hulu sehingga beban banjir di daerah hilir menjadi lebih ringan
b)
Konsep pengendalian banjir daerah tengah, yaitu mereduksi banjir dengan
meminimalisasi perubahan tata guna lahan, termasuk penertiban penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan tata ruang Kota Samarinda
c)
Konsep pengendalian banjir daerah hilir, yaitu memperlancar aliran drainase
yang ada dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase dan proteksi aliran
di saluran dari pengaruh pasang air Sungai Mahakam
Ketiga konsep ini kemudian diterapkan melalui
program kerja Pengendalian Banjir Kota
Samarinda dengan membaginya dalam 3 (tiga) tahapan yaitu :
a)
Penanganan Jangka Pendek; mengendalikan banjir akibat hujan lokal di lokasi
rawan banjir dan meningkatkan kesadaran serta keterlibatan masyarakat pada
masalah banjir antara lain melalui pembenahan sistem drainase, normalisasi alur
sungai, pembuatan kolam retensi, sumur resapan dan sebagainya
b)
Penanganan Jangka Menengah; mengendalikan banjir dari daerah hulu dan
penataan DAS dari sungai-sungai yang melintasi Kota Samarinda antara lain
melalui pengembangan waduk/bendungan/embung pengendali banjir, pengendalian
erosi dan sedimentasi, konservasi lahan dan sebagainya
c)
Penanganan Jangka Panjang; untuk mengendalikan pasang surut Sungai Mahakam
melalui pengembangan pintu air dan pompa banjir di muara anak Sungai Mahakam
serta penataan dan pengelolaan Das Mahakam secara luas.
·
Mengendalikan pertumbuhan pusat-pusat ekonomi yang disinyalir dapat
memberikan dampak penurunan terhadap kualitas dan daya dukung lingkungan kota
·
Mengarahkan pertumbuhan sosial-ekonomi pada daerah-daerah sub urban
sehingga tidak terpusat pada satu titik tertentu (pusat kota) dengan
melakukan sebaran fasilitas umum (sosio-ekonomi)
·
Mengalihkan paradigma pembangunan ‘profitabilitas’ dengan paradigma
pembangunan yang berkelanjutan sehingga keseimbangan pembangunan ekonomi kota
dapat sejalan dengan pembangunan lingkungan kota yang berkelanjutan tanpa
menurunkan daya dukung kota
E.
Penutup
Dalam hubungannya dengan fungsi kota (termasuk
didalamnya fungsi ekologis dan ekonomi), penataan ruang memiliki 2 (dua) fungsi
pokok, yaitu mengatur dan mengendalikan penggunaan lahan; serta meningkatkan
kualitas lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya.
Penataan ruang juga harus mampu menjaga agar benturan-benturan kepentingan atas
penggunaan lahan dapat diatur dengan serasi dan seoptimal mungkin sehingga
dapat memberikan manfaat (dampak positif) dan menjamin keberlangsungan hidup
warganya.
Rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan
hendaknya tidak hanya dilihat sebagai aspek prosedural untuk penyelenggaraan
pembangunan, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya
sasaran-sasaran pembangunan itu sendiri, dengan mekanisme yang efektif untuk
menjamin pengalokasian sumber daya yang adil dan efisien, terutama dalam
penggunaan lahan baik untuk kepentingan pemerintah daerah, masyarakat maupun
dunia usaha.
Daftar Bacaan;
·
UU
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria
·
UU
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Lingkungan Hidup
·
UU
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
·
UU
Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional)
·
UU
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
·
PP
Nomor 21 Tahun 1987 tentang Penetapan Batas Wilayah Kotamadya Dati II
Samarinda, kotamadya Dati II Balikpapan, Kotamadya Dati II Kutai, Kotamadya
Dati II Pasir
·
PP
Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan
Tata Cara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang
·
PP
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
·
PP
Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
·
Keppres
Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
·
KepMendagri
Nomor 33 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Daerah tentang Rencana
Struktur Tata Ruang Provinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Umum Tata Ruang
Kapubaten Daerah Tingkat II
·
KepMendagri
Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah
·
Perda
Provinsi Kalimantan Timur Nomor 12 Tahun 1993 tentang RTRW Provinsi
Kalimantan Timur
·
Perda
Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Dalam Kota
Samarinda
·
SK
Walikota Samarinda Nomor 640/533/HK-KS/2008 tentang Pembentukan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota Samarinda
·
Samarinda Dalam Angka 2009, BAPPEDA-BPS Kota Samarinda
·
Hari
Sabari Yunus, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta; Pustaka Pelajar
(Anggota IKAPI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar